10 Agustus 2012

Bandara 2

“DUAR!”

Belum ada lima langkah aku berjalan meninggalkan Fathir dibelakang tiba-tiba suara dentuman keras terdengar memekakkan telingaku, diiringi kemudian jeritan seseorang yang amat sangat familiar ditelingaku.

Aku menoleh dan mendapati kekasihku memegang bahunya dengan ekspresi penuh rasa kesakitan.

“FATHIR!” Aku berteriak panik, tanpa memperdulikan jadwal penerbangan yang sudah sebentar lagi aku berbalik dan berlari ke luar gerbang dan menuju kearah Fathir.

“Fathir... Sayang...” Aku menggoncang badan kekasihku itu. Fathir memegang bahunya yang mulai berdarah, ekspresinya memancarkan kesakitan yang teramat sangat.

Aku panik. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhku. Tiga kali dentuman keras itu terdengar sebelum akhirnya bandara menjadi sangat riuh. Semua orang panik. Mataku menangkap banyak dari mereka yang saling berpelukan.

Aku melihat sekelompok tentara mengerumuni sesosok tubuh yang sudah tidak berdaya. Si penembak itu. Penempak keparat. Kenapa harus Fathir-ku?

Kudekati rombongan ini, menyeruak masuk ketengahnya dan memperhatikan sosok yang sudah tak bernyawa itu. Peluru pertama mengenai Fathirku, entah apakabar yang kedua, lalu yang ketiga dia menembak kepalanya sendiri. Ada apa dengan orang ini?

Kemarahanku memuncak. Bertambah kesal karena aku tidak bisa melampiaskannya kepada si penembak keparat ini. Kalau terjadi sesuatu dengan Fathir-ku, siapa yang akan disalahkan dan menjadi sasaran amarahku? Siapa yang akan bertanggung jawab?

Para tentara dan keluarga mereka saling berbisik. Sepertinya mereka mengenal siapa si penembak itu. Ah, sialan. Sialan. Sialan. Semoga Allah membalasnya dengan sesuatu yang lebih kejam diakhirat sana!

Aku melangkah lunglai kembali menuju Fathir, meraih tubuhnya kedalam pelukanku lalu menghujaninya dengan ciuman bertubi-tubi.

Seluruh wajahku basah. Aku menangis tiada henti. Fathir masih dalam pelukanku. Aku kehilangan akal, tidak tahu harus melakukan apa. Aku begitu... Panik.

“Sa... sayang...” lemah, terdengar suara Fathir.

Aku menoleh, menatap wajah kekasihku itu. Sebelah tangannya masih mencengkram bahunya yang terus mengeluarkan darah.

“Aku... Aku sayang sama kamu. Aku...”

“Kamu jangan banyak gerak. Aku... Aku telpon ambulance sekarang. Fathir, kamu kuat, sayang...” Aku mencium jidat Fathir, masih memeluknya dengan satu tangan dan berusaha merogoh handphone dalam tasku dengan tangan satunya. Sulit, tapi aku tidak mau melepaskan Fathir.

Tergesa, kuaduk isi tasku secara acak hingga jemariku menyentuh benda persegi tipis itu. Cepat kuraih handphone-ku, mencari nomor telpon yang harus aku hubungi. Sial! Aku bahkan tidak menyimpan nomor telpon rumah sakit manapun.

“Sayang, kamu harus kuat... Tahan, ya...” Tangaku masih sibuk memencet-mencet touch-screen handphone, menelusuri satu per satu nama di kontak handphone-ku.

Mendadak, semacam ada bola lampu yang mendadak bersinar dikepalaku, aku tersadar. Kenapa nggak minta tolong orang yang ada disini? Atau... Naik taksi? Ya. Taksi!

“Kamu tunggu disini ya, sayang. Aku panggil taksi... Kekuatan pikiran. Kamu kuat, sayang. Kamu kuat...” Aku meninggalkan Fathir tergeletak begitu saja dengan satu bahu yang terus saja berdarah lalu berlari kencang memanggil taksi.

Tidak ada satupun yang tergerak menolong, masing-masing diliputi ketakutan. Masing-masing seakan berusaha menyelamatkan diri sendiri. Bandara riuh. Orang-orang berlarian kesana kemari, sebagian mencari perlindungan, sebagian entah kenapa. Dentuman itu sudah tidak ada lagi. Berganti dengan kebisingan tiada henti.

Masa bodo dengan pendidikan karyawan bank. Nyawa Fathir lebih penting. Aku bahkan rela mengundurkan diri dan membayar ganti rugi sesuai perjanjian kontrak asalkan aku bisa memastikan Fathir baik-baik saja dan kembali sehat seperti biasanya.

Dan perasaanku masih bercampur aduk, nano-nano. Ketakutan masih mendominasi. Tapi kali ini ketakutan yang berbeda. Ketakutan kehilangan Fathir untuk selama-lamanya...

Jaga Fathir baik-baik, Tuhan...


***
Lanjutan Short Story Peluru Terakhir- @firah_39 :) agak shock juga ya si Fathir ditembak. Hahaha. Cerita firah bisa dilihat di link ini http://t.co/fMFh7xd6 (karena gue posting dari handphone jadi gabisa bikin link-nya langsung connect. Sok, dicopas ke new tab aja yah hehehe). Happy Reading!
Published with Blogger-droid v1.7.4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar